Senin, 11 Juni 2012

OJK DAN ORGANISASI KEJAHATAN


OJK DAN ORGANISASI KEJAHATAN

Oleh : Natsir Kongah*
Dimuat oleh Harian Kompas : 11 Juni 2012

Dalam dua minggu ini, Dewan Perwakilan Rakyat RI akan melakukan fit and proper test terhadap 14 calon komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Bila tidak ada aral melintang, pada tanggal 19 Juni 2012 nanti Anggota Dewan Komisioner definitive sudah dapat diumumkan. Inilah hari-hari yang penuh dengan kasak-kusuk, agar dirinya, orang yang didukungnya atau pihak yang dicalonkannya mendapatkan suara terbanyak untuk dapat terpilih.
Sebagai pejabat negara sekaligus negarawan, anggota DPR RI yang memilih perlu ekstra hati-hati penuh dengan hati nurani untuk dapat mengambil yang terbaik.  Sebab, nasib akan Rp. 7.700 triliun asset industri perbankan dan non bank akan berada dipundak Anggota Dewan Komisoner OJK yang terpilih nantinya untuk dapat mengawasi dan menjaga agar sesuai dengan ketentuan. Bila dihitung dari sisi nilai, maka kekuasasan yang dimiliki Anggota OJK ini jauh lebih besar dibandingkan dengan kekuasaan Presiden RI yang “hanya”  mengelola dana sebesar  Rp. 1.311 triliun rupiah anggaran pendapatan negara dan hibah tahun 2012. Lebih dari itu Infrastruktur yang dimiliki oleh Presiden jauh lebih memadai, dimana ada BPK, KPK, Kejaksaan, Kepolisian dan Institusi lainnya yang dapat mengawasi proses pengelolaan dana yang ada.
Selain kekuasaan, tanggung jawab yang diemban oleh dewan komisioner OJK juga begitu besar. Bila kita lihat uang hasil kejahatan yang diputar dalam system keuangan global, maka akan terlihat angka yang begitu memukau : 2 - 5% dari Gross Domestic Produck (GDP) dunia. Michel Camdessus, mantan Managing Director International Monetary Fund (IMF) menyebutkan persantese itu setara dengan US$ 800 milyar sampai dengan US$ 2 Triliun.  Penelitian lain yang dilakukan oleh Walker dan Unger dalam Review of  Law and Economics, Vol.5, No.2 tahun 2010 mendapatkan angka antara US$ 1,061 sampai dengan US$ 1,599 miliar per tahunnya.

Indonesia belum mengetahui jumlah yang pasti berapa uang hasil kejahatan yang dicuci pada industri perbankan dan non perbankan, hal ini dikarenakan sifat dan kegiatannya yang tersamar dan tidak tercermin dalam angka-angka statistik. Bila kita mengacu akan angka perkiraaan yang dikeluarkan oleh Camdessus diatas, maka akan diperoleh perhitungan seperti ini : GDP Indonesia tahun 2012 sebanyak US$ 852,24 miliar (menurut perhitungan IMF), 2% x US$. 852,24 miliar  x Rp. 9.000,- (kurs per  dolarnya), maka uang hasil kejahatan yang dicuci di Indonesia sebanyak Rp. 153 Triliun lebih. Sebuah angka yang sungguh fantastis tentunya.

Uang hasil kejahatan terutama yang berasal dari tindak kejahatan berat dan serius seperti korupsi, perdagangan obat bius, perdagangan senjata dan manusia, penyeludupan, kejahatan di bidang perpajakan, kejahatan di pasar modal, kejahatan di industri asuransi dan lain sebagainya akan dominan berputar di industri bank dan non bank. Para pelaku pencucian uang merasa lebih nyaman dalam melakukan upaya menyembunyikan atau menyamarkan uang hasil kejahatannya melalui instrument ini.  Oleh karena itu, pengawasan oleh OJK dari kejahatan pencucian uang yang dilakukan oleh pelaku kejahatan terorganisir (organized crime) mutlak dilakukan sebab pengaruh buruk yang ditimbulkannya begitu kuat, antara lain berupa instabilitas sistem keuangan, distorsi ekonomi dan kemungkinan gangguan terhadap pengendalian jumlah uang beredar.  

Pelaku kejahatan teroganisasi mengakui bahwa kegiatan pencucian uang merupakan bisnis kriminal yang sangat menguntungkan, dan mereka menyadari pula bahwa untuk membuktikan tindak kejahatan pencucian uang tidaklah mudah dilakukan, sebab dalam kegiatan bisnis tersebut banyak pihak yang terkait. Pihak-pihak yang terkait ini terdiri dari berbagai macam profesi mulai dari pegawai dan pengelola bank, akuntan, penasihat hukum, para penegak hukum, otoritas pengawas pasar keuangan, hingga anggota dari lembaga-lembaga resmi lainnya. Walaupun mereka tidak terlibat dalam kejahatan pencucian uang secara langsung, namun yang bersangkutan ikut aktif membantu melakukan berbagai kegiatan seperti menyembunyikan data atau informasi, melakukan transfer atau pemindahan hasil-hasil kejahatan, melakukan kegiatan administrasi dan sebagainya.
Esensi kegiatan pencucian uang bukanlah hal sederhana seperti misalnya hanya ingin menyembunyikan hasil-hasil kejahatannya, tetapi lebih jauh dari itu adalah bagaimana memanfaatkan kembali hasil-hasil kejahatan tersebut melalui berbagai proses yang begitu rumit dan kompleks sehingga akhirnya seakan-akan telah menjadi sumber keuangan yang sah. Penggunaan badan usaha atau lembaga terselubung untuk menyembunyikan hasil-hasil kejahatan tersebut di bank-bank luar negeri dan mendaur-ulangnya melalui sistem keuangan untuk berspekulasi dalam bentuk uang atau barang merupakan pilihan atau metode yang lazim digunakan oleh para pencuci uang.
Oleh sebab itulah peran industri bank dan non bank dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang begitu besar. Bank dan non bank harus mengambil langkah-langkah konkrit untuk melakukan identifikasi, memperkecil dan mengelola setiap risiko yang berasal dari uang haram yang mengancam kelangsungan usaha individual bank dan non bank. Untuk dapat melakukan hal itu, bank dan non bank sendiri harus pula memiliki mekanisme audit yang efektif dan mekanisme manajemen risiko serta memiliki sumber daya yang cukup baik untuk dapat memahami dan melaksanakan peraturan perundang­-undangan, seperti prinsip mengenal pengguna jasa sebagaimana diatur oleh UU PP TPPU  dan pedoman yang dikeluarkan oleh PPATK.
OJK memiliki peran penting pula untuk mengawasi industria bank dan non bank agar terhindar atau terlibat didalam proses pencucian uang. Bilamana pengawasan  OJK lemah,  maka pelaku kejahatan atau organisasi kejahatan dapat memanfaatkan kekurangan yang ada untuk meraup limpahan dana melalui hasil kejahatan yang berhasil dicucinya, dan uang tersebut dapat pula digunakan untuk mendikte jalannya penyelenggaraan negara. Pelaku, anggota atau kelompok kejahatan tersebut dengan uang yang mereka miliki mampu menduduki kursi legislative, eksekutif dan judikatif. Lalu apa jadinya bila bangsa dan negara ini dijalankan dan diawasi oleh para begundal? 

Agar terhindar dari resiko-resiko yang ada, OJK memerlukan sosok-sosok yang memiliki profesionalisme, integritas, dan moral yang tinggi untuk mengemban tugas yang cukup berat ini. Terlebih diperlukan pula paling tidak seorang anggota yang memahami betul seluk-beluk tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, plus jaringan yang kuat dengan aparat penegak hukum untuk lebih memudahkan dan lebih cepat dalam penangan tindak pidana pencucian uang yang terjadi.
·         Pembelajar masalah-masalah tindak pidana pencucian uang.